Setelah beberapa kali tertunda pasal beberapa hal, akhirnya saya punya kesempatan untuk menulis sekelumit ulasan subjektif ihwal salah satu rilisan fisik paling dinanti tahun ini; “Oblivion” dari salah satu MC kawakan skena Hip Hop lokal sekaligus “separuh nyawa” unit Hip Hop legendaris Blakumuh, Doyz. Perlu beberapa repetisi bagi saya untuk dapat mendengarkan rapalan mantra-mantra di album ini secara khusuk tanpa adanya gangguan apapun. Jadi, mari kita mulai saja.

Mukadimah album ini dipercayakan pada nomor berjudul “T.D.A.”. Pilihan yang sangat tepat menjadikan track ini sebagai pembuka sebelum menyambangi “Oblivion” secara keseluruhan. Serangkaian rima bernas dan “provokatif” Doyz ditimpakan di atas konstruksi beat gahar yang ditukangi oleh Jozzi Gesiradja ini sukses “membakar” telinga saya. Punchline berbahaya macam “Layaknya aparatur negara aniaya petani/ Hip Hop telah menjadi pelacur, lelah setelah habis ditunggangi/ Oleh mereka yang tak becus rap, namun butuh landasan keimanan pamor/ Dan bacot teriakkan nasionalisme hingga bibir jontor/” atau “Penembak jitu target poseur dalam massa/ Lempar granat bagi penyenggama dusta/ Bongkar arsenal/ Hentikan rapper kancut jadi terkenal/” banyak dilontarkan di track ini. Damn! Flow yang harmonis dengan chorus dan chant yang sangat anthemic. Sepertinya track ini memang sengaja diset sebagai amunisi yang disiapkan khusus untuk “membakar” panggung pada aksi live.

Lanjut ke track dua, “Distrik 21”, Doyz mengajak tandemnya di Blakumuh, Erik Probz untuk berkisah ihwal realita kota kelahiran dan tempat mereka dibesarkan, Jakarta. Perspektif dan emosi yang mereka berdua bangun untuk kemudian ditransfer ke dalam rima sangat mewakili kondisi Jakarta secara umum, faktual dan aktual. Punchline menohok pun dilontar dengan sangat gagah di atas bangunan beat yang masih ditukangi oleh Jozzi Gesiradja, seperti “Menjadi saksi dari militeris tirani/ Waktu seolah terhenti, mimpi buruk disubsidi/ Pikiran terpasung, suara dibungkam/ Dada sang jenderal membusung,IMF datang menikam/” atau “Rakyat berlumur keringat, pemerintah gila hormat/ Masa bodo kredibilitas martabat/ Alien berkumpul di piring terbang dekat Slipi, bicara wakil hati/ Tapi malah menyakiti/”. Excerpts di awal dan akhiran, menambah nyawa tersendiri. Track ini sukses memberi penawar rasa rindu saya akan unit legendaris ini.

Di track ketiga, “inTVdual”, Doyz menceritakan ihwal kegelisannya akan fenomena individualisme sebagai dampak propaganda televisi di atas bangunan beat dengan arsitek Gantazz (Rotra). Para manusia individualis yang lebih memilih menyendiri, merasa merdeka padahal terbelenggu. Bagaimana framming televisi sebagai kepentingan para pemilik, kapitalis, berhasil menciptakan pasar, menggiring sudut pandang dan logika manusia, dengan segala trik yang menghipnotis, menjadi sangat terbatas hanya pada sekotak “zona mati” bernama televisi. Lirik-liriknya akan gelesihan ini semakin diperkuat dengan barisan punchline “Acak data dalam pikiran secara absolut/ Sinkronisasi realita terliput kabut/ Wajah baru Militerisasi/ Pemuda pengangguran berlomba menjadi merseneri/” juga “Spektator hanyalah sebuah obyek mendasar/ Dari program kognitif disonan raksasa pasar”.

Hijrah ke track empat, “Testamen”. Jujur, saya sangat penasaran dengan track ini, bahkan sebelum album ini dirilis. Saat dapat bocoran bahwa di track ini Doyz bakal mengajak “the Leftist MC”, Morgue “Ucok Homicide” Vanguard, “memperkosa” microphone dan berbagi rima. Sebuah kolaborasi yang sudah sangat lama dinantikan Hip Hop-heads lokal pastinya. Dan benar saja, rasa penasaran saya tuntas terbayar. Di track ini, Doyz sekaligus menjawab “tantangan” lama Morgue Vanguard untuk berbagi rima dalam satu track. Tak hanya sebatas “tamu”, dalam track ini, Morgue Vanguard sekaligus menjadi arsitek bangunan beat. Dibuka dengan excerpt film lawas berjudul “Gejolak Kawula Muda” (1985), track ini menjadi semacam testimoni dari dua orang “penyintas” ihwal hikayat masuknya sub kultur Hip Hop di Indonesia di tengah tirani Orde Baru. Harmonisasi rima dan tempo yg up-beat sukses membuat saya seperti sedang diajak napak tilas pada satu tarikh lalu, saat tari kejang mulai “mewabah” menjadi gejolak tersendiri bagi kaum muda kala itu, di satu sisi televisi dipenuhi propaganda rezim Orde Baru. Pun nampaknya track ini semacam tribute dari dua “penyintas” ini untuk sub kultur Hip Hop dengan segala keterkaitannya. Soal lirik, tak perlu ditanya lagi bagaimana dua Begawan ini saling menembakkan berondongan metafora hingga barisan punchline berdaya “bunuh” tinggi macam “Pahlawanku Turbo/ Bukan pesulap kurikulum sebangsa Nug Notosusanto/” atau “Generasi yang banal lahir di bawah tirani Harto/ Berhutang inspirasi pada moonwalk Septian Dwi Cahyo/ Di era LL Cool J merilis “Radio”/ Dan tivi didominasi omong kosong pidato Harmoko/”. Di track ini, saya “dipaksa” sambil membuka google untuk sekedar mencari tahu hal-hal yang asing di telinga saya. Hehe. Pilihan dan penempatan excerpts serta scratch dari DJ Evil Cutz (Eyefeelsix) semakin memberi nyawa pada track ini. Semakin membuat saya “kesetanan”. Eargasm!

Track berikutnya, “Melarat Akibat Muslihat” yang merupakan interlude terasa menjadi pelengkap pondasi dasar album ini, dengan pilihan excerpts-nya yang sinkron dengan judul track dan latar musiknya.

Meningkat ke track enam, “Aksis Sang Iblis”, yang disambut dengan raungan gitar Radit (Inlander) di atas bangunan beat Iham J-Beat. Di track ini Doyz bertutur dengan emosional, tanpa harus “meletup-letup”, namun cukup lewat rangkaian rima, tentang kondisi Indonesia secara umum, mulai dari bagaimana keadilan sosial hanyalah fatamorgana, invasi kapitalisme yang hyper-massive, delusi demokrasi keterwakilan via kotak suara, proyek seribu masalah berkedok percepatan pembangunan ekonomi MP3EI, sampai derita warga di daerah perbatasan yang sama sekali tak tersentuh perhatian pusat, sangat terlihat betapa emosionalnya Doyz akan kondisi ini. Puchline “beracun” pun masih tetap ditebar macam “Pemikiran ala warga negara penderita amnesia harus sirna/ Saat truk di seputar Jawa bantu propaganda dengan bumper sticker bertuliskan; “Piye kabare, isih penak jamanku to?” merajalela/”.

Setelah digempur bertubi dengan beat gahar di track sebelumnya, di track ketujuh, “Prosa Wangsa”, yang kembali menghadirkan Erik Probz, saya diajak cooling down sejenak oleh alunan manis sentuhan Jozzi Gesiradja dan menyesap teh hangat yang sudah mulai dingin, saking khusuknya saya menyimak satu per satu lagu di album ini. Jika di track “Distrik 21”, kerinduan saya sukses diredam, track ini justru kembali melecut kerinduan tadi, bahkan hingga batas maksimal. Bahwa Blakumuh harus “turun gunung” dan kembali meramaikan skena Hip Hop lokal dengan karya terbaru mereka. Di track ini, mereka berdua tak hanya bernostalji, tapi sekaligus sebagai pembuktian dan (semoga) pengantar bahwa Blakumuh “masih ada” dan bersiap kembali meramaikan skena Hip Hop lokal. Saya lebih memilih menyebut track ini bukan sebagai track Doyz yang menjad ikan Erik Probz sekedar sebagai tamu, karena saat mendengarkan dan menyimak lirik track ini, saya justru merasa ini adalah Blakumuh secara utuh. “Kita bersama bertahan tanpa putus asa/ Berjuang hidup, penuh pahit menyapa/ Pengorbanan… Persaudaraan… / Blakumuh masih ada”, “Ideologiku pertemanan/ Lebih kuat dari ribuan demonstran di depan gedung kekuasaan/”, “Yea.. Doyz… Lepaskan bungkam, keluar dari pejam, mata menajam/ Melihat tradisi Hip Hop yang suram/ Coba keluar dari lingkaran monoton/ Patriot badut biarlah menonton/”. Jalinan batin yang sangat kuat dan nyata kentara. Blakumuh Masih ADA!

Meningkat ke track delapan, “Primitive Future”, yang dibuka dan diakhiri dengan scratch dari DJ Ethnic. Doyz bertutur dengan gelap, segelap beat bangunan Jozzi Gesiradja, ihwal kegelisahannya akan isu-isu global di track yang secara keseluruhan berbahasa Inggris ini. Bagaiamana kemanusian sudah sangat dikesampingkan, kita lupa, seperti apa seharusnya kita menjadi manusia seutuhnya. Mind blowing!

Lanjut ke track kesembilan, “Bumi Hari Ini #3”, Doyz mengajak Reggae Ambassador Indonesia, Ras Muhamad memprovokasi saya untuk berhenti bersikap acuh pada isu lingkungan hidup. Gambaran ihwal bumi hari ini benar-benar disampaikan dengan faktual, sangat relevan dengan kondisi hari-hari ini. Yang menjadi catatan menarik di lagu ini adalah bagaimana Doyz dan Ras Muhamad mengeksekusi track ini dengan tetap mempertahankan karakter masing-masing namun tanpa sedikit pun mengesampingkan harmonisasi. Ras Muhamad sukses mempertahankan karakter aslinya di beat garapan Jozzi Gesiradja yang sama sekali bukan “rumahnya”. Konten yang disampaikan pun bagi saya tersampaikan dengan baik. Padu. Angkat Topi!

Dan sebagai penutup dari album ini, track “Habitat Para Ilmuwan” menurut saya sangat pas. Bagaimana Doyz merapal asa, harapan, dan petuahnya kepada para Hip Hop-head lainnya, ihwal bagaimana sebagai Hip Hop-heads seharusnya kita bersikap dan bertindak di atas konstruksi beat rancangan Jay Beathusler (Eyefeelsix) dengan khusuk layaknya rapalan asa pada munajat di 2/3-nya malam. Penutup yang sangat mencerahkan. Salute!

Overall, album ini sangat direkomendasikan, khususnya bagi Hip Hop-heads. Salah satu album Hip Hop lokal terbaik tahun ini. Nomor favorit saya di album ini adalah “Testamen”, karena menurut saya, konten yang disajikan dalam lagu ini adalah pengejawantahan “Oblivion” secara keseluruhan. Sesuai namanya, “Oblivion”, album ini sebenarnya adalah sebuah ikhtiar bagi Doyz untuk menolak dan melawan lupa di mana “habitat”nya sesungguhnya, pasca hiatus selama 13 tahun dengan memendam berbagai kegelisahan melihat kondisi Hip Hop, dunia, juga bumi hari ini. “Oblivion” juga merupakan usaha bagi saya dan kita semua yang mendengar untuk menolak dan melawan lupa. Lupa atas segala hal, tak terbatas hanya pada hikayat sub kultur Hip Hop saja, tapi nukilan-nukilan sejarah yang sempat di”lenyap”kan rezim terdahulu, serta hikayat lain yang semakin hari semakin terlupa. Terlepas dari cara rap Doyz yang dalam album ini dianggap sebagian orang menjadi “sangat” Grimloc, menurut saya justru itu bagian dari proses pendewasaan. Termasuk lirik-lirik Doyz yang semakin menggambarkan proses tersebut, saya jadi tahu, dimana Doyz “berdiri” dan pada siapa dia “berpihak” lewat album ini. Jujur, bagi saya album ini sekaligus pemantik, selayaknya pun begitu bagi para Hip Hop-heads lain untuk turut menolak dan melawan lupa dengan aksi nyata merngeluarkan rilisan fisik yang kaya akan konten, pesan yang disampaikan sebagai seni “pemboikot”. Tabik! Salam Tinju Di Angkasa!!! – Prime Manifez

Leave a comment